Ihh,sungguh menyabalkan melihat tabiat dwi
yang kaya anak abg yang lagi jatuh cinta. Selalu membesar besarkan kejadian
sepele. Tertawa riang saat menceritakan kejadian itu, seolah olah itu pertanda
cinta yang sempurna kalau yang ditaksirnya bener bener juga menyukainya.
Bayangin ja tu cowo kentut aja bias
diartikan kalo cowo itu lagi grogi saat ketemu denganya. Apalagi pas liat
mukanya memerah. Keringetan. “aduh aku g nyangka dia bakal senervous itu
de,kya’y dia suka aku deh!”. Mata dwi bener2 berbinar kya bintang kejora waktu
nyeritain itu. Padahal kalo dwi mau waras sedikit jelas2 cowo itu lagi kebelet
pengen pup! Tapi mana ada coba rasionalitas bagi orang yang sedang jatuh cinta
setengah mati seperti dwi?
Mungkin bener juga kata buku,klo org yang
lagi jatuh cinta itu terkadang terbelenggu oleh ilusi yang diciptakan oleh
hatinya sendiri. G bias membedakan mana yang benar2 nyata dan mana yang hasil
kreasi hatinya yang lagi memendam rindu.biar kalian jelas akan ku ceritakan tabiat
dwi yang irrasional ini beberapa hari yang lalu. Berbagai kejadian remeh temeh
yang justru bagi dwi ini adalah pertnda terbesar dalam kehidupan cintanya.
Senin, 8 januari 2013
Hamdan. Ganteng? Jangan ditanya.
Hamdan satu kampus dengan ku dan dwi. Sejak
dulu dwi sudah menjadi penggemar beratnya.hanya saja belum ada kesempatan,
belum ada pemicunya. Jadi ya dwi hanya sebatas pengagum rahasia. Paling2 cma
jadi bahan celetukan di warung tenda sepanjang jalan depan kosan kami, saat
kami makan malam. Hanya itu dwi belum naksir berat ama hamdan. Sama lah seperti
temen2 yang laen yang suka membicarakan cowo keren.
Puncaknya, saat aku dwi Dan oka pergi ke
pucaf, perpustakaan kaffe yang ga jauh dari kosan kami. Malam itu entah kenapa
dwi ikut ke pucaf, padahal g biasanya dia mau ikut ke sana untuk baca novel,
dia kan paling males, seluruh hidupnya saat ini dididikasikanya untuk kuliah
kedokteranya.
Aku dwi dan oka duduk di salah satu sudut
ruangan. Lihat tuh! Sementara aku tenggelam membaca sebuah novel amatiran karya
penulis domestic, dwi malah berkutat dengn kertas2 tugasnya. Lengang setengah
jam berlalu begitu saja.
Dan…eng eing eng, coba tebak siapa yang
datang. Tepat pukul 12, eh maksudku jarum panjang di angka 12 dan jarum pendek
di angka 8, yang artinya ini pukul 8 malam, terlihat sesosok pria mengenakan
t-sirt jogja dan jeans’y, yup situ hamdan. Hamdan yang berbasa basi dengan
penjaga kafe. Lantas melihat sekeliling. Kemudian dia melambai ke arah kami.
Tersenyum lebar.
Biasa saja kan?, aku mengenal baik hamdan.
Sama seperti dwi, oka dan teman2 yang lain, mereka semua tahu kalo hamdan
memeng orang yang ramah. Dia langsung beranjak ke sudut ruangan mencari buku
yang diinginkan mungkin. Tapi apa yang dipikirkan dwi, mukanya bersemu merah.
Tapi aku tidak terlalu memperhatikan.
Satu jam berlalu. Satu jam yang biasa saja
bagiku, hanya ada suara desis kipas angin ac yang berada tepat di atas kami.
Aku membawa pulang novel yang belum selesai ku baca. Dwi menumpuk kertas2
tugas’y.
Tapi tahukah kalian apa yang terjadi
setelah nya??. Setibanya di depan kosan dwi sempurna mengajaku bicara soal
kejadian barusan. Bertanya banyak hal. Mengomentari banyak hal tentang hamdan.
Dan kemudian terseliplah ilusi2 hati yang ku bilang tadi. Ilusi hati yang
menipu otak.
“dia melambai kea rah gue de, gue g
nyangka,gue piker dia itu orangnya sombong”.
Aku hanya mengangkat bahu, well, siapa pula
yang bilang hamdan itu sombong? Siapapun yang saling mengenal juga akan lazim
saling melambaikan tangan,kan?? Biasa ajj!
“lu tau ga de, satu jam tadi di pucaf, dia
sering banget ngeliat ke arah meja kita. Gue malah sempet bersitatap ma dia
sekali. Dia senyum lebar banget”.
Well, itu juga biasa kan?
“eh g sekali, dua kali, apa malah
lebih!duhh..tampanya”. muka dwi mulai memerah.
Aku menatapnya penuh selidik-waktu itu
sih.G sejengkel sekarang melihatnya. tertawa lebar.
“lu naksir ya?”godaku.
Dwi melemparku dengan guling.
“ kenapa ya dia sering ngeliatin meja kita
tadi?”. Dwi matut2 melihat langit2 kamar kosan.
“itu kan perasaan lu doing wi!”
“ngga koq, beneran…!”dwi ngotot.
“yaa..,lagian wajar aja kan wi, seseorang
itu mengalihkan pandangan dari apa yang dia baca. G munkin dia seharian
melototin bukunya. Lu juga kadang2 ngeliat sekitar kan?”.
“ tapi ini beda de, gue tau mana yang
lirikan sengaja atau ga sengaja.” Jawab dwi yakin.
Aku mengangkat bahu. Sudah larut. Malas
melanjutkan percakapan. Aku jga malas memikirkan kelanjutan obrolan kami. Tapi
apa daya, tanpa kusadari, malam ini perasaan dwi ke hamdan sepurna tercukil
sudah
********************
Minggu 11 januari 2013
Dimalam kedua kami bertiga di pecaf.
Sempurna. Aku tak pernah melihat dwi begitu
bersemangat pergi ke pecaf dia menarik2 tangan oka, meminta kita untuk berjalan
lebih cepat,huft..dia sangat yakin kalau hamdan pasti ada di sana.
Sepanjang perjalanan dwi berkali kali
bilang, semoga hamdan ada disana. Sebentar berkomentar tentang handan.
Berkomentar lagi tentang hamdan. Hadan!hamdan!hamdan terus!. “eh gue yakin
banget kalo bakal ketemu dia kok!. Kalian kok sirik banget sih!. Dwi menjawab
sebal saat aku dan oka menggodanya tentang penderita psikis obsesif yang sok
tahu.
Dan benar saja, hamdan ada disana,
melambaikan tangan dan tersenyum seperti biasanya. Aku rasa dwi agak berlebihan
membalas lambaian dan senyuman itu tapi sudahlah!.
Malam itu, jadwal bacaku dua jam di pecaf
praktis berantakan. Aku, oka dan dwi duduk di satu meja. Dwi berkali kali
menyikut ku setiap kali hamdan melihat ke meja kami. Otomatis aku mengangkat
kepalaku, melihat ke arahnya dan melemparkan senyum seadanya.
Dan itu benar benar menjadi “bahan
pembenaran” ilusi dwi kalau hamdan memang sengaja atas berbagai lirikan
tersebut saat kami kembali ke kosan.
“tuh, bener kan apa yang gue bilang,hamdan
itu sengaja ngeliatin meja kita, dia tuh ngelirik ke gue terus” dwi berkata
antusias. Pipinya merona. Membayangkan kemungkinan terindah yang ada di
benaknya.
“ biasa aja lagi,wi. Lu aja yg keseringan
ngelirik dia, jadi dia reflek dan ngangkat kepalanya. Semua orang kalo diliaten
terus kya gitu pasti ngerasa, dan dia bakal balik ngeliatin, mahasiswa psikolog
tahun pertama pun tahu aksi-reaksi kaya gitu!ya kan ka”.sanggah ku
“lu kenapa sih??, g suka liat temen
seneng?” dwi melemparku dengan bntal sebal.
“lagi pula kalian juga liat sendirikan
hamdan ada di pucaf, benerkan dia ada di sana. Pasti dia dengaja dateng
deh”.kata dwi yang pipinya makin merah bersemu.
Huft. Aku malas menjelaskan pada nya, bahwa
hamdan juga memang langganan pucaf, bahkan sebelum aku dan oka dia lebih dulu datang.
Ilusi dwi benar2 membuatku kesal!. Tapi malam itu aku tak bisa berhenti
berfikir, jangan2 dwi benar. Tidak biasanya hamdan melirik ke meja ku selama
ini. Jangan jangan dia naksir-.
**********************
Keesokan paginya,
Dikampus
“ hey dwi”. Sapa hamdan.
Hah apa apaan ini hamdan nyapa dwi??
“ ini wi, kemarin aku liat kertas tugas
kamu ketinggalan di pecaf,aku kan g tau kosan kalian”.kata hamdan penuh snyum.
Dwi mendadak gugup menjawabnya. Menerima
kertas itu dengan tangan gemetar. “makasi..” berkata pelan.
Aku menarik tangan dwi buru-buru, sebelum
iya melakuka hal hal yg memalukan, hihi. Dan dwi benar2 buncah saat kami tiba
di kosan.
“apa lagi coba maksudnya?.jelas2 dia nanya
alamat kosan gue kan?” dwi berseru riang, sibuk menganalisis kejadian sekaligus
kalimat hamdan barusan.
“ kenapa lu g sebut ja alamat lu, biar dia
bias liat ke-alayan lu sekarang”. Aku menjawwab malas. Masa sih, kalian
bisa menyimpulkan kalimat hamdan tadi
sebagai tanda,” bolehkah aku tau alamat rumahmu?”.
“ dasar anti social! Lu, emang g pernah
seneng liat orang lain seneng,de!. Bukanya lu tadi narik tangan gue buru2
pergi!”.
Aku tertawa lebar. Come on! Jelas2 kalimat
hamdan tadi g ada maksudnya. Bagaimana mungkin dwi bisa menganggapnya seserius
ini,
Malam itu aku lebih banyak berfikir. Hamdan
tau nama dwi?. Jangan2 apa yang di sangka dwi bener, hamdan naksir dwi. Itu
tidak mungkin. Jelas2 maksudnya tadi itu ke aku kan?, tapi lebih nyaman di
sampaikan lewat dwi. Aku tersipu malu melempar guling sembarangan….
********************
28 januari-tepatnya hari ulang tahun dwi
Kali ini benar2 membuatku jengkel sekaligus
bingung. Hari ini persis hari ulang tahun dwi. Malamnya kami memutuskan untuk
tidak pergi ke pecaf, karena kami berencana merayakan hari ulang tahunya di warung
tenda yang banyak memadati sepanjang jalan di depan kosan kami. Aku oka dan
banyak teman yang lain ramai memenuhi meja panjang. Dwi yang traktir. Sepanjang
makan kami bukanya berterima kasih tapi malah meledek dwi dengan semua gumpalan
perasaan itu. Dwi sangat bête saat aku lagi2 bilang bahwa itu perasaanya
saja,dan kawan2 yang lain pun membenarkan.
Dwi mendesis, kalau dia dan hamdan memang
bener2 ada feeling saat bertemu di pecaf. Aku tertawa lebar. Teman2 juga ikut
tertawa. Tetapi, astaga!. Belum habis tawaku, belum lenyap semua riuh rendeh
itu, entah bagaimana penjelasanya, hamdan mendadak muncul di warung tenda itu.
Dengan jaket kulitnya. KEREN!.
“ hei, helo semua!eh, kalian ada di sini?
Lagi kumpul semuanyaa? Kebetulan banget”.hamdan tersenyum amat gagahnya.
Membuat keributan terhenti sejenak.
Dan kalian bisa bayangkan apa yg terjadi
dikamar kosan ku malam itu?. Aku kehabisan peluru unntuk memutar balikan semua
kalimat dwi.
“itu kebetulan wi, hamdan juga bilangnya
kebetulan!”. Aku mulai putus asa.
“ sengaja, de! Ga mungkin dia kebetulan
doang datang ke warung tenda tadi. Semua orang di pelanet ini juga tau hari ini
ulang tahun gue”. Dwi memotong tersinggung.
“ oke sengaja, tapi belum tentu jga mau
nemuin lu,kan?bisa jadi sengaja pengen ketemu dengan orang lain-“.
“siapa?” dwi memotong galak.
Aku terdiam menggigit bibir.
Dwi menatapku tajam. Menyelidik.
“ ah, gue ngerti kenapa selama ini lu
ngebantah seluruh kalimat gue. Lu naksirjuga sama hamdan kan? Ayo ngaku!” dwi
mendadak tertawa.
Aku buru buru menggeleng. Meski muka
bersemu merah.
“ayo ngaku de! Lu naksir dia kan? Aduh dede
cayang….kasian….ternyata hamdan naksir gue!jangan patah hati ya!”. Dwi tertawa
amat lebarnyansenang dengan fakta baru tersebut. Malam itu aku yang menimpuk
dwi dengan guling. Menyebalkan.
************************
Keesokan hari nya
Sejak malam ulang tahun dwi, tidak ada lagi
diskusi menarik antara aku dan dwi mengenai hamdan. Aku bukan hanya semakin
jengkel dengan laporan2 dwi atas hal sepele yang seolah2 pertanda cinta terbesar
miliknya. Aku juga semakin jengkel karena dwi balas membalik kalimat ku, “ lu
ga terima ya kalo hamdan ternyata beneran naksir gue?”.
Dan kalimat itu sungguh membuat ku salah
tingkah. Baiklah kuakui kalau aku memang naksir hamdan tapi setidak nya aku masih
bisa berfikir logis. Mana yang pertanda cinta, mana yang kebetulan, dialog
biasa atau sejenisnya lah! Aku juga berharap hamdn akan memberikan pertanda isi
hatinya, tapi bukan berarti aku mengarang pertanda pertanda itu. Membiarkan
hati membuat ilusi. Membiarkan hati menyimpulkan hal keliru-yang aku tau benar
itu semua semu. Dwi hanya tertawa cekikikan mendengarkan aku membela diri dan
menjelaskan teori itu.
Aku mengumpat sebal berseru jengkel. Semoga
dwi tidak sakit hati kalau tahu sebenarnyasegala lirikan hamdan, senyuman, dan
pertemuan di ulang tahunnya itu untuku. Bukan untuknya dwi malah bertingkah
semakin menyebalkan.
Maka datanglah hari ini, hari yang benar2
mebuat dwi menyadari kalau selama ini dia salah. Tadi pagi aku dan dwi bertemu
hamdan di kampus. Seperti biasa, aku pikir dwi berlebih lebiahan sikap. Kami
membicarakan urusan biasa2 saja. Kuliah, dosen, dan sebagainya. Yang aku yakin
nanti dwi bisa menterjemahkan nya menjadi luar biasa.
Tapi kali ini dwi tidak berkesempatan lagi.
Entah kenapa pembicaraan mendadak menyinggung film MIB yang akan di putar mulai
besok di 21.”aku punya dua tiket, lu mau ikut?-“ hamdan menunjukan dua tiket
miliknya.
Dwi semangat banget mengangguk, tanpa tau
siapa yang di maksud “lu” sama hamdan.
Hamdan pun tak sempat melihat anggukan dwi,
karena matanya tengah menatap ku, menanti anggukan dari sana. Ya ampun yang di
ajak ternyata aku!. Senyap menggantung.aku tak tahu harus bilang apa saat
hamdan mengajak ku. Apakah aku bahagia? Apakah aku sedih? Lihatlah dwi hanya diam
sepanjang sisa pertemuan di kampus. Malamnya juga mengurung diri di kamar.
Patah hati.
Aku memutuskan untuk tdak berpura pura
sok-baik bersimpati padanya malam ini. Lihatlah!saat ilusi itu terkena cahaya
kebenaran, yang tersisa hanyalah kesedihan. Sendu. Beso2 kalau sempat, aku akan
membujuknya melupakan seluruh perasaan itu.
Hamdan mengajaku nonton!, itu baru pertanda
cinta yang luar biasa.itu benar2 menjelaskan mengapa ia selalu tersenyum dan
melambai kepadaku setiap kali di pecaf. Selalu sembunyi sembunyi menatap meja
baca ku. Juga datang sengaja ke ulang tahun dwi, itu menjelaskan semuanya….
Aku bersenandung riang memikirkannya.
******************
Esok malam nya aku menyiapkn baju
ter-bagusku. Berdandan semenarik mungkin. Lalu berlenggang ke pecaf menunggu
hamdan menjemputku.sepertinya dwi menatapku dengan mata terluka dari balik
jendela kamar kosan. Tapi entahlah! Aku tidak sempat memperhatikan.
Hamdan seperti biasa tersenyum lebar
menemuiku. Gagah sekali. Aku bangga bersanding dengannya. Inilah yang di sebut
sebenar benarnya tanda cinta. Bukan bualan hati yang di reka reka. Kami menuju
21 dengan Honda blade-nya. Bukan main ini akan jadi kencan hebat.
“de, aku boleh nanya sesuatu ga?”hamdan
memutus angan ku yang tengah melambung. Dia menatapku sambil tersenyum lebar.
Aku mengangguk-cepat. Tersipu malu. Sesuatu?
“tapi kamu jangan tertawa ya?”hamdan
bersemu merah
Ya tuhan, bagaimana mungkin aku
menertawakanya. Aku senakin buncah oleh perasaan. Akhirnya. Hening sejanak.
Hamdan matu matut.apa yang akan dikatakanya. Aku tertawa melihat muka
tegangnya.
“tuh kan! Kamu sudah ketawa duluan!”
“sorry……..nggak deh! Aku nggak akan
tertawa!”
Hamdan mengusap wajahnya yang berkeringat.
Aku menunggu dengan hati berdebar debar.
“eh…ergh…. Oka tuh udah punya pacar belum
ya?”
Gleek..! seketika aku mematung.
“ehh… oka?”
“ ya, oka dia satu kosan ama lu dan dwi
kan?
Sekatika luntur seluruh kebahagiaan ini .
kepalaku mendadak pusing. Berkunang kunang. Aku sungguh tidak bisa mendengar
lagi suara hamdan berikutnya.
“ de, aku udah lama banget naksir oka.
Beberapa waktu lalu waktu liat lu, dwi dan oka di pecaf, aku ga bisa menahan
diri untuk berhenti meliriknya. Menatap wajah cantiknya. Aku dari dulu udah mau
nanya2 ke lu, tapi selalu cemas lu bakal ngetawain. Sayang, pas pas gue bilang
ga tau kosan dwi di mana, lu ga mau jawab malah kabur”.
Kepalaku semakin pusing. Ternyata ini
maksud dari semua kejadian itu.
“waktu dwi ulang tahun juga aku sengaja
dateng, de. Biar ketemu oka. Ampun kenapa gue jadi malu malu gini ya? Harusnya
kan gue bisa ngajak ngobrol langsung malam itu, kan?! Tapi sudahlah! Malam ini
gue ngajak lu nonton konser sebenernya pengen nanya nanya soal oka. Lu ga
keberatan kan de?”
Sekarang, aku benar2 tidak bisa mendrngar
kalimat hamdan. Aku sudah terkapar di atas kursi. Ilusi itu! Ya tuhan, aku
sempurna tertikam oleh ilusu ku sendiri. Pengkhianatan oleh hatiku yang sibuk
menguntai simpul pertanda cinta.
Dwi….hiks! ternyata kita senasib
***********************
No comments:
Post a Comment